Sebagaimana kebanyakan alumni, kadang saya memanggilnya pak Atul atau ustadz Atul. Singkat dan egaliter tanpa mengurangi rasa ta’dzim kami kepada beliau sebagai shahibus samahah , yang dimuliakan karena ilmu dan nasabnya. Sebagian besar santri dan alumni Gontor yang pernah bersinggungan dengan beliau pasti mengenalnya sebagai “penjaga literasi Gontor”. Langsung maupun tidak, para penulis alumni Gontor angkatan tahun 1980an hingga 2000an pasti pernah mendapatkan sentuhan tangan beliau. Wabil khusus mereka yang berproses melalui wadah kepenulisan santri: ITQAN dan Darussalam Pos. Ketika saya masih nyantri , beliau pernah mengajar materi Bahasa Indonesia di kelas saya. Perjumpaan itu bisa disebut amat formal antara guru dan murid yang terkungkung dalam empat tembok pembatas kelas. Demikian pula saat saya terlibat dalam amanah keredaksian majalah ITQAN tahun 1993, juga tidak terjadi perjumpaan yang lebih intens dengan beliau. Mungkin karena d...