Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2018

POSITIF

Menjalani kehidupan tak ubahnya menyusuri ketidakpastian. Gelap, apa kan diperoleh hari ini. Pekat, kapan dan di mana kan dimatikan   raga ini . Ketakutan, ucap Jalaluddin Rumi, adalah keengganan menerima ketidakpastian. Padahal jika diterima, kan menjadi petualangan yang mengasyikkan.. Seperti biasanya, Kang Fik menghentikan Mitsubisi Jetstar tuanya di depan warung kopi langganan di pinggir jalan pulang seusai jenguk anak di pesantren. Yuk Na, istrinya, sebenarnya tidak setuju perjalanan terhenti, karena masih lima jam jarak tempuh sampai ke rumah. Namun filosofi kopi suaminya tak bisa ia bantah. Kopi penawar kantuk, kata Kang Fik. Kalau sopirnya ngantuk, tetap terhenti pula perjalanannya. *** Di warung kopi, Kang Fik tidak menemukan Mbah Yem, perempuan tua penyedu kopi yang sebulan lalu masih ia rasakan aroma nikmat adukan wedang kopinya di sini. Ia digantikan oleh Yuk Jem. Perempuan separoh baya yang mengaku sebagai putrinya.   “Mbah Yem ke mana Yuk? Kok, Sampean yang ganti...

BERSERAH

Hidup memang seringkali punya kaki sendiri. Tanda bukti bahwa memang ada Yang Maha Menjalankannya. Manusia hanya punya upaya, Dia-lah yang tetap punya kuasa. Hanya mereka yang berpandangan positif lalu berserahdiri-tawakkal kepada-Nya, yang tetap mampu melihat sisi indah dari setiap laju kehidupannya. Teringat Yuk Nik kepada bayangan kelam adik kandungnya yang meninggal muda karena penyakit sama yang saat itu tidak cepat diketahui dan tidak intensif tertangani. Ia tidak mau itu juga terulang kepada putrinya. Karenanya, ia dan keluarga bertekad memberikan ikhtiyar terbaik bagi kesehatan fisik anaknya. Keputusan pun diambil. Sang putri harus kembali berada dekat di dalam keluarga. Dan Yuk Nik segera meminta surat keterangan pindah sekolah bagi anaknya. Yuk Nik tidak pernah membayangkan bahwa hari itu adalah kunjungan terakhirnya ke pesantren di mana putri sulungnya belajar. Niatnya saat berangkat, hanyalah berkunjung. Ya berkunjung setelah menempuh perjalanan enam jam dari rumahnya, demi...

DAN

Dia yang omongannya ceplas-ceplos, kadang nyelekit bagi pendengarnya. Dia yang kurang bisa bersabar untuk berkomentar saat melihat sesuatu tidak pas di hatinya. Dia yang terkesan lebih banyak menggurui dalam berkomunikasi daripada mendengarkan. Dia yang banyak tetangganya enggan berinteraksi bersamanya… tiba-tiba datang dan memintaku untuk mendampinginya belajar membaca qur’an. Kaget bercampur gembira, saya langsung mengabulkan permintaannya. Dan, terbentuklah saat itu “kontrak belajar” dadakan untuk berupaya shalat magrib berjamaah di musholla setiap hari, dilanjutkan belajar mengaji.   Satu tahun sudah proses belajar itu berjalan. Terbukti dua Ramadhan terlewati sejak pertama kali dia menghiaskan kembali bunyi Hijaiyah di bibirnya. Terbata-bata dalam ejaan kala itu, kini ia mampu menyuarakan susunan huruf Hijaiyah dalam kata dan kalimat dengan irama panjang-pendek yang sesuai, walaupun makhrajnya masih “ njawani ”.   Dan tidak sekadar itu, yang menggembirakan adalah terlihat...