Skip to main content

SEHAT ITU MAHAL


Penulis: Akbar Zainuddin (Trainer PT. MJW, Jakarta)

العقل السليم في الجسم السليم

Akal yang sehat terdapat dalam jiwa yang sehat

Sehat itu mahal, tetapi seringkali banyak diabaikan. Baru pada saat sakit akan terasa betapa sehat itu sangat penting. Kesehatan itu penting, karena hanya dengan tubuh yang sehat akan menghasilkan akal yang sehat pula. 

Jagalah kesehatan dengan menjaga 4 hal: Pertama, selalu berpikir positif. Pikiran positif yang akan membawa kepada kesehatan. Sangat banyak terjadi, sakit itu timbul karena pikiran dan emosi negatif. Dendam, kesal, amarah, dan sedih berkepanjangan adalah penyakit-penyakit hati yang sering membuat orang sakit. Kuncinya adalah mengikhlaskan dan memaafkan. Hati dan pikiran bersih, penyakit akan menjauh. 

Kedua, menjaga pola makan. Apa yang kita makan itulah yang akan menjadi sumber penyakit jika tidak dikontrol. Makan untuk hidup bukan hidup untuk makan. Makan teratur dan sesuai kebutuhan.

Ketiga, istirahat yang cukup. Istirahat berguna untuk memulihkan sel-sel yang rusak. Kurang istirahat berarti tubuh kita tidak punya kesempatan untuk melakukan pemulihan (recovery). 

Keempat, olah raga yang teratur. Olah raga adalah latihan membuat otot dan tubuh kita bertahan. Olah raga secara teratur adalah kunci. 

Kita sudah tahu, dan mari melakukannya bersama-sama. 

Salam Man Jadda Wajada.

 

Versi lengkap di:

IG: @akbarzainudin

YouTube: akbarzainudin https://youtu.be/-cqdv7FE_ZQ

#akbarzainudin #manjaddawajada #motivasi #motivator


Comments

Popular posts from this blog

JRÉNG! DAN JADILAH ORANG BESAR ALA GONTOR

Sudah sepekan. Dia tidak hadir di mushola. Padahal, sebelum adzan Magrib biasanya ia sudah tiba. Ditemani sepeda mini milik cucunya. Atau motor butut, Suzuki Bravo miliknya. Saya jadi bertanya-tanya. Khawatirku: ia sakit lagi. Panggil Saya, Jr é ng! Teringat kembali. Saat awal jumpa. Ia menungguku keluar dari mushola. Di teras, ia menyapa: “ Pak Amien, njih ?” “ Injih. Njenengan sinten ?” tanyaku sepontan. “Jr é ng!” jawabnya. “ Sinten ?” tanyaku cepat. Antara bingung dan tidak percaya. “Orang-orang memanggilku Jr é ng” jawabnya. Lalu ia menyebutkan dua atau tiga kata nama aslinya. Yang hingga saat ini saya lupa. Mungkin. Karena memoriku lebih terbetot pada kata “Jr é ng”. Yang kesan pertamanya begitu menggoda. Selanjutnya… Ia kuminta ke rumahku. Di sebelah mushola. Agar enak ngobrolnya.   Wong Deso , Pekerja Keras Diam-diam kuamati raut wajahnya. Khas orang desa. Umur di atas lima puluh limaan. Kulit agak gelap. Dan sisa-sisa pekerja keras tampak jelas di otot tangannya. Kupastika...

RÛHUL MUDARRIS

Mungkin karena saya bersinggungan dengan dunia pembelajaran, jadinya ujaran ini selalu terpapar di depan mata. Beliau,   Ab â n â   KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, yang mendawuhkannya saat memberi   tawjihat   sebelum   amaliyatut tadris   (Program Praktik Mengajar bagi kelas VI KMI). Mungkin saat itu saya belum begitu paham, namun tetap saja saya tulis di buku harianku. Karena saya yakin, kearifan itu berproses. Mengabadi bersama berkembangnya nalar insani. Saat itu, beliau   Ab â n â   dawuh: “ Ath-Thar î qatu ahammu minal m â ddah. Wal Mudarrisu ahammu minath thar î qah. Wa r û hul mudarris ahammu minal mudarrisi nafsih ”. Kalimat pertama sangat popular di ranah pendidikan. Entah siapa yang pertama menginisiasi, serasa telah menjadi teori yang tidak terbantahkan. Bahwa “strategi atau metode (mengajar), termasuk di dalamnya media/alat peraga, lebih penting daripada pesan pelajaran”. Inilah barangkali yang menjadi pemicu perkembangan ilmu pembelaja...

PAK E.. PAK E… (MEMOAR INDAH DI BKSM GONTOR)

Oleh: Faruq Jamaluddin Malik (Ustadz di PP. Darul Ukhuwwah, Malang) Di antara prinsip belajar-pembelajaran yang ditekankan oleh Pondok Modern Darussalam Gontor [PMDG] sejak dulu kala adalah apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dilakukan oleh santri haruslah bernilai pendidikan. Mungkin itulah yang oleh orang sekarang diteoresasikan dengan istilah   learning by doing, experiential learning , dan semacamnya. Dari itu, semua santri Gontor, termasuk santri senior yakni alumni yang ditugasi mengabdi sebagai ustadz seperti saya, juga diperankan, diberi “panggung” untuk merasakan langsung prinsip   life-based learning   di atas. Dan di antara “panggung” itu buat saya adalah menjadi “ mas’ul ” [penanggungjawab] di Balai Kesehatan Santri dan Masyarakat [BKSM], selain tetap harus mengajar dalam peran sebagi ustadz. Hari itu, jam mengajar saya setelah istirahat pertama. Karenanya, paginya saya gunakan untuk membersihkan dan menyirami taman bunga di area BKSM. Tiba-tiba terdeng...