"Hidup adalah kesediaan menerima akibat pilihan" kata seorang teman. Tidak salah. Karena dalam hidup ini manusia senantiasa dihadapkan kepada pelbagai pilihan. Mulai bangun tidur sampai beranjak ke peraduan untuk tidur kembali ia mesti menentukan banyak pilihan. Dari urusan yang remeh-temeh seperti baju apa yang akan dipakai pagi ini, sampai urusan yang paling prinsipil: kepada siapakah mesti menyembah.
Ada Akibat di Balik Pilihan
Semuanya adalah pilihan. Dan setiap pilihan ada akibatnya. Besar kecilnya akibat itu bergantung kepada bobot sebuah pilihan. Manusia harus menerima atau bertanggung-jawab terhadap akibat setiap pilihannya. Baik dan buruknya akibat pilihan itu ia harus bersedia memikulnya. Al-Qur`an mencatat hal ini dalam surat Al-Zalzalah [99] ayat 7-8: "Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula".
Masalahnya adalah bahwa manusia merupakan makhluk sosial, di mana ia juga kadang dituntut untuk membuat pilihan yang bersifat kolektif di samping yang individual. Di sinilah kemudian ada pemilahan: selama pilihan itu bersifat pribadi, maka akibatnya pun ditanggung secara pribadi, dan tidak dapat dipikulkan kepada orang lain. Allah SWT menunjukkan hal ini di dalam al-Qur`an surat Al-Zumar [39] ayat 7: "… dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain", dan diulangnya lagi di 4 surat yang lain dengan redaksi yang agak sama (QS. 6:164, 17: 15, 35: 18, dan 53: 38).
Pilihan Kolektif dan Akibatnya
Sedangkan yang bersifat kolektif, maka komunitas itulah yang menanggung akibatnya. Al-Qur'an mengingatkan bagaimana pilihan orang dhalim di dalam suatu kaum akibatnya juga ditanggung oleh semua orang di dalam kaum itu, termasuk orang-orang shalih dan anak-anak yang tidak berdosa. "Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang lalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya" (QS. Al-Anfal [8]: 25).
Oleh karenanya, orang Islam diperintah untuk senantiasa 'eling lan waspodo', tidak main-main dalam menentukan pilihan, hati-hati dan selalu mempertimbangkan baik-buruk resiko yang akan ditanggung. Dalam kondisi seperti ini seorang muslim dianjurkan untuk shalat istikarah, lalu kemudian menyerahkan (bertawakkal) sepenuhnya kepada Allah SWT akan akibat yang akan ditanggungnya.
Demikian pula pada hajatan nasional, Pemilihan Presiden yang tinggal selangkah lagi. Mengingat pemilihan kali ini tentunya bersifat kolektif menyangkut kemaslahatan bangsa Indonesia, sudah semestinya umat Islam berijtihad secara sungguh-sungguh dalam mengikhtiyari pilihan calon pemimpin negaranya. Di sinilah nasib bangsa yang besar ini dipertaruhkan. Jika pilihan yang telah dibuat bersifat dhalim (tidak pada tempatnya), maka bersiap-siaplah menerima akibat buruk dari pilihan itu. Setidaknya selama lima tahun ke depan. Wallahu a'lam![]
Joyosuko Metro, 19/03/19
Comments
Post a Comment